Bunga Seroja yang tak Mekar

Sinopsis


"Bangun.. Jul," teriak Zuwaidi menghentakku.

Tubuhku yang lemas terasa sungkan untuk membalas.

"Ada apa sih, wak? Hadeeuh" tanyaku miris. Masih terasa lemas karena baru terlelap di tidur siang puncak musim panas.

Jelang milenium baru itu semangatku terasa pulih kembali. Hampir saban hari aku jalan di New Delhi mengelilingi kota mencari kosan yang sesuai.

Sudah setahun aku diterima kuliah di Universitas Delhi di Kampus Selatan.

Hidup di New Delhi menjadi sesuatu yang baru untukku karena selama ini tinggal di Uttar Pradesh.

Buat sementara aku tinggal di kantor PPI India.

Tepat satu tahun saat India uji coba nuklir tahun 1998. Politik regional memanas. Koran-koranpun masih ramai mengenang detik-detik itu.

Tapi, koran The Times of India itu pun kubawa tidur. Tak sempat dibaca.

"Noh, coba kamu ke atas," katanya menunjuk lantai dua gedung itu.

"Ngapain juga ke situ, ganggu orang aja," jawabku singkat.

"Benar lo ga mau ke atas? Jangan nyesal yah," katanya lagi sambil cekikikan.

Kali ini teman mahasiswa dari Bandung ini tidak melihatku lagi. Dia sibuk merapikan jemuran bajunya.

Teman-teman PPI memang menjemur pakaian di atap lantai tiga. Dia memberi isyarat melihat sesuatu di lantai dua.

Sedikit lemas, akupun berusaha bangkit.

Menuju lantai dua tempat Surbala dan abangnya tinggal.

Kakak beradik ini menyewa tempat di lantau tersebut bersama dengan Megajit dan adik perempuannya.

Surbala, mahasiswi India dari Manipur, dari timur India.

Dia juga kuliah di kampus yang sama. Tapi berbeda college denganku.

Selama ini dia menjadi temanku untuk saling berbagi informasi kampus, karena masuk di tahun yang sama.

Sayup terdengar dari jendela terdengar Surbala sedang mengerang kesakitan.

Aku percepat langkah menuju kamarnya. Tapi sial, terkunci.

Aku berusaha melihat ke dalam dari jendela.

"Oh, pemerkosaan."

Aku melihat Vijay menindih Surbala yang kesakitan.. tangannya seperti mendekap tak ingin melepas Surbala.

Kembali ke pintu, aku berusaha mendobrak pintu. Tapi tak berdaya, pintunya terlalu kuat.

"Vijay... Vijay," kataku sedikit tegas.

Kamar itupun tiba-tiba senyap.

"Iya, ada apa?" kata Vijay, menyahut dari dalam, yang fasih berbahasa Inggris.

Pria ini tinggal dengan keluarganya di lantai tiga. Mereka berasal dari Calcutta, West Bengal. Di New Delhi, Vijay kerja sebagai tenaga outsourcing di sebuah badan PBB.

Bersama Surbala, aku sering diskusi dengan adiknya Neetu, yang juga mahasiswi DU.

"What are you doing Vijay," kataku sedikit menghentak.

Vijay yang sedang membenahi pakaiannya menyahut ketus, "What are you doing, what?"

Surbala yang melihatku emosi mulai menyahut. "Jul, please no!"

Tiba-tiba aku sadar ada sesuatu yang tidak aku mengerti di kamar itu. Aku menoleh tajam ke Surbala yang terlihat mulai meneteskan air mata itu.

Tapi, di lain pihak, aku melihat Vijay santai saja, dan anehnya tidak merasa bersalah.

"Go vijay... go back to your room," kata Surbala pelan tapi agak histeris.

Vijay mengangkat tangannya tak mengerti. Dan akupun semakin tak mengerti.

Vijaya berlalu, kembali ke lantai tiga, sedikit agak kesal. "Tapi kenapa yah, ko malah dia yang kesal," kataku dalam hati.

Tadi, istingku bergerak karena melihat ada pemerkosaan. Kini, aku jadi heran mengapa jadinya aku sepeti mengganggu.

Aku tak ingin berandai-andai.

"Are you ok," tanyaku.

Akupun langsung menuju pintu keluar saat dia mengangguk ala India tanda setuju. Tapi langkahku tiba-tiba berhenti.

"Please stay!," kata Surbala pelan... (bersambung)
Share on Google Plus

About Redaksi

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment